PT Pertamina Persero sudah melakukan impor minyak dari perusahaan minyak asal Angola Sonangol sebesar 950.000 barel per bulan. Sayangnya, Pertamina tak mau membeberkan harga minyak asal Angola itu dengan alasan terikat etika bisnis.
"Minyak mentah dari Angola dan down contract saat nego waktu kuartal IV 2014. Untuk supply deliver Januari-Juni 2015 (dilakukan) Petral. Harga enggak bisa (dipublikasikan), Itubusiness to business (B to B)," ujar Vice President ISC Pertamina Daniel Purba, Jakarta, Selasa (17/2/2015).
Menurut Daniel, pengadaan minyak itu dilakukan oleh Petral pada akhir 2014 lalu. Saat itu kata dia, ISC belum memiliki kewenangan melakukan pengadaan impor minyak seperti saat ini. Saat itu lanjut Daniel, Petral sudah menjalin kerjasama B to B dengan Sonangol.
Artinya, kerjasama pengadaan impor minyak itu bukan goverment to government antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Angola.
Seperti diberitakan, Pemerintah melalui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said dan menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno mengatakan ke depan publik bahwa kerjasama Government to Government dengan Sonangol EP negara diuntungkan dengan diskon 15 persen dari harga pasar minyak dunia. Pemerintah akan menghemat sekitar Rp 11 triliun sampai Rp 15 triliun dari kerjasama ini.
Namun, Koordinator Forum Transparansi Anggaran (FITRA) Uchok Sky Khadafi, Selasa (2/12/2014) mengatakan memiliki bukti bahwa Sonangol telah membalas surat dari Pertamina. Kesimpulannya, Sonangol tidak mengabulkan permintaan diskon harga minyak tersebut. Sonangol tetap bersikukuh mematok harga minyak sesuai harga internasional.
"Saya melihatpembelian minyak dari Sonangol ini hanya bagian pencitraan pemerintahan Joko Widodo yang ingin menunjukkan mereka bisa mendapatkan minyak mentah dengan harga murah," jelas dia.
"Minyak mentah dari Angola dan down contract saat nego waktu kuartal IV 2014. Untuk supply deliver Januari-Juni 2015 (dilakukan) Petral. Harga enggak bisa (dipublikasikan), Itubusiness to business (B to B)," ujar Vice President ISC Pertamina Daniel Purba, Jakarta, Selasa (17/2/2015).
Menurut Daniel, pengadaan minyak itu dilakukan oleh Petral pada akhir 2014 lalu. Saat itu kata dia, ISC belum memiliki kewenangan melakukan pengadaan impor minyak seperti saat ini. Saat itu lanjut Daniel, Petral sudah menjalin kerjasama B to B dengan Sonangol.
Artinya, kerjasama pengadaan impor minyak itu bukan goverment to government antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Angola.
Seperti diberitakan, Pemerintah melalui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said dan menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno mengatakan ke depan publik bahwa kerjasama Government to Government dengan Sonangol EP negara diuntungkan dengan diskon 15 persen dari harga pasar minyak dunia. Pemerintah akan menghemat sekitar Rp 11 triliun sampai Rp 15 triliun dari kerjasama ini.
Namun, Koordinator Forum Transparansi Anggaran (FITRA) Uchok Sky Khadafi, Selasa (2/12/2014) mengatakan memiliki bukti bahwa Sonangol telah membalas surat dari Pertamina. Kesimpulannya, Sonangol tidak mengabulkan permintaan diskon harga minyak tersebut. Sonangol tetap bersikukuh mematok harga minyak sesuai harga internasional.
"Saya melihatpembelian minyak dari Sonangol ini hanya bagian pencitraan pemerintahan Joko Widodo yang ingin menunjukkan mereka bisa mendapatkan minyak mentah dengan harga murah," jelas dia.
sumber: kompas.com
@
0 comments:
Post a Comment - Kembali ke Konten