JAKARTA – Tak kunjung diumumkannya pemenang tender minyak mentah PT Pertamina melalui Integrated Supply Chain (ISC) serta proses tender yang cenderung tak transparan, terus menuai kritik dari berbagai kalangan.
"Saya menangkap gelagat pemerintah ini hendak menjadikan BUMN sebagai lahan bancakan, khususnya Pertamina," kata pengamat ekonomi energi dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng dalam keterangan yang diterima, Jumat (30/1/2015).
Menurutnya, dugaan itu diperkuat dengan pembentukan Tim Reformasi Tata Kelola Migas oleh Menteri ESDM Sudirman Saidyang kemudian setelah dibentuk tim tersebut langsung mengumumkan pembubaran Petral.
Salamuddin mengatakan, tujuan pengkerdilan Petral hanyalah untuk mengganti importir yang konon kabarnya memiliki kedekatan dengan penguasa.
"Melokalisasi masalah migas hanya pada siapa yang melakukan impor telah menunjukan kesan bahwa menteri baru dan jajarannya hanya ingin mengganti importir. Alasan yang digunakan adalah adanya mafia dalam impor migas," katanya.
Kembali pada tak diumumkannya pemenang tender dan proses tender yang tak transparan dikatakan Salamuddin pemerintah telah mengabaikan prinsip good corporate governance (GCG).
Pasalnya tak dibeberkan ke publik jenis minyak apa saja yang diimpor, berapa harga yang ditawarkan, siapa saja peserta tender, lalu apakah mereka trader atau langsung penghasil minyak.
"Ada indikasi bahwa yang ikut tender adalah para trader. Padahal janji awal Tim Reformasi adalah menghindari melakukan impor melaui trader, melainkan langsung ke perusahaan minyak baik Multinational Oil Company maupun National Oil Company. Jika ini terjadi maka Sudirman Said dkk telah melakukan kebohongan publik," katanya.
sumber: tribunnews.com
@
0 comments:
Post a Comment - Kembali ke Konten